Pages

Kamis, 14 Mei 2015

PENATAAN KELEMBAGAAN BKAD KEC. KEDUNGBANTENG


Oleh :
Arif Indra Setyadi[1]

I.          Latar Belakang
Reinkarnasi yang berasal dari bahasa latin reincarnatie, dalam bahasa Inggris reborn memiliki arti yang sama dengan Samsara  atau Punarbawa dalam bahasa Sansekerta yang memiliki arti harafiah lahir kembali atau kelahiran yang berulang-ulang dalam bentuk penitisan.[2] Kelahiran kembali dalam perspektif positif mengharapkan yang akan datang lebih baik.[3]
Kelahiran pertama Program Pemberdayaan Masyarakat diawali dari lahirnya program Inpres Desa Tertinggal (IDT) pada tahun 1994, yang bertujuan meningkatkan kinerja ekonomi perdesaan dengan memberikan bantuan modal usaha kepada kelompok-kelompok masyarakat (POKMAS) dengan model pengelolaan dana bergulir.
PENATAAN KELEMBAGAAN BKAD
Program Inpres Desa Tertinggal, dianggap belum memberikan kontribusi pembangunan yang dirasakan oleh masyarakat Desa, pada tahun 1996 dilahirkan untuk kedua kalinya program pemberdayaan masyarakat Desa dengan meluncurkan Proyek Peningkatan Pembangunan Desa Tertinggal (P3DT), yang dikhususkan untuk memperbaiki infrastruktur perdesaan dan membuka isolasi yang menjadi penghambat bekembangnya usaha-usaha masyarakat diperdesaan.
Hasil analisis terhadap penanggulangan kemiskinan masyarakat perdesaan tidak dapat dilakukan secara sepotong-potong dan masih sebatas mobilisasi keikutsertaan masyarakat dalam penanggulangan kemisikinan serta belum terbentuknya kesadaran masyarakat dalam berpartisipasi dalam pembangunan, mendorong kelahiran kembali program penanggulangan kemisikinan dengan meluncurkan Program Pengembangan Kecamatan (PPK) pada tahun 1998.
Program Pengembangan Kecamatan (PKK), merupakan upaya penggabungan program IDT dengan P3DT yang bertujuan meningkatkan kapasitas dan kelembagaan masyarakat dalam menyelenggarakan pembangunan Desa dan Antar Desa, menyediakan sarana dan prasarana, kegiatan sosial ekonomi sesuai kebutuhan masyarakat.
Bertolak dari keberhasilan pelaksanaan program yang mengusung sistem pembangunan botton up planning ini, Pemerintah bertekad untuk melanjutkan upaya mempercepat penanggulangan kemiskinan dalam skala yang lebih luas dengan menggunakan mekanisme dan skema Program Pengembangan Kecamatan (PPK), dengan meluncurkan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat pada tanggal 1 September 2006 yang bermutasi menjadi Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat –Program Pengembangan Kecamatan (PNPM – PPK).
Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) ini semakin berkembang sejak 2007 bersamaan dengan pergantian pemerintahan, dengan memperluas skala program yang mencakup 74.944 Desa di wilayah Republik Indonesia. Luasnya skala PNPM ini membutuhkan sumber pendanaan yang besar. Salah satu sumber pendanaan PNPM Mandiri Perdesaan bersumber dari APBN dituangkan dalam Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Urusan Bersama, pada Tahun Anggaran 2013 mencakup 392 Kabupaten/Kota di 32 Provinsi.[4]
Komposisi pembiayaan PNPM Mandiri Perdesaan lebih banyak bersumber dari pinjaman luar negeri melalui International Bank for Reconstruction and Development (IBRD) atau Bank Internasional untuk Rekonstruksi dan Pembangunan, yang merupakan organisasi dibawah Bank Dunia (World Bank).[5]
Pembiayaan melalui IBRD ini tertuang dalam naskah kesepahaman Pemerintah Indonesia dengan IBRD dalam National Program for Community Empowerment in Rural Areas Project . Pembiayaan PNPM Mandiri Perdesaan yang bersumber dari IBRD ini memiliki skim pinjaman dan bunga pinjaman yang relatif fleksibel dan berbunga rendah, jika dibandingkan utang luar negeri yang digunakan bukan untuk program penanggulangan kemiskinan.[6]
Konsekuensi dari pemberian batuan dan utang luar negeri dengan skim dan bunga pinjaman yang rendah ini, Pemerintah Republik Indonesia pada tahun 2007 membuka kran penanaman modal asing seluas-luasnya melalui berlakunya Undang-Undang Nomor 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal Asing. Ketentuan dalam Undang-Undang Penanaman Modal Asing ini tidak membedakan lagi antara Penanaman Modal Dalam Negeri dengan Penanaman Modal Asing.
Reinkarnasi/Punarbawa Program Pemberdayaan Masyarakat sejak pertama kali dilahirkan pada tahun 1994 sampai dengan tahun 2014 ini, hanyalah sebatas pada Program. Secara politik pemberdayaan masyarakat miskin perdesaan sebatas pada kepentingan program pemerintahaan yang sedang berkuasa. Sejak dilahirkan pemberdayaan pengentasan kemisikinan masyarakat Desa tidak atau belum diwujudkan atau dimasukan dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Badan Pembinaan Hukum Nasional.
Akibat belum dimasukannya Program Nasional Pemberdayaan Nasional Mandiri Perdesaan (PNPM – MP) dalam PROLEGNAS, berakibat pada belum adanya status hukum yang menjamin asas legalitas dan kepastian hukum dalam pelaksanaan dan berkelanjutan pelaksanaannya di kemudian hari. Kelemahan inilah yang mengakibatkan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan (PNPM-MP) yang telah menghabiskan dana yang sangat besar dan bersumber dari utang luar negeri, berakhir bersamaan dengan berakhirnya kekuasaan pemerintah penggagas program ini. Hal inilah yang berdampak pada semakin besarnya utang luar negeri Negara kita.
Gagasan atau wacana untuk melegalisasikan program pemberdayaan masyarakat dalam penanggulangan kemiskinan, sebetulnya telah dimulai sejak 8 (delapan) tahun yang lalu yaitu sejak tahun 2006, melalui perumusan Rancangan Perundang-Undangan tentang Desa. Para penggiat dan kelompok-kelompok msyarakat yang peduli dengan pembangunan masyarakat perdesaan, seperti : PARADE NUSANTARA, PPDI, APDESI, dan didukung sepenuhnya oleh Satuan Kerja PNPM – Mandiri Perdesaan, tidak lelah untuk memperjuangkan RUU tentang Desa untuk menjadi Undang-Undang tentang Desa.
Baru pada awal tahun 2014, RUU tentang Desa disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia sebagai Undang-Undang melalui Undang-Undang Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa yang mulai berlaku pada tanggal 15 Januari 2014.
Bertepatan pada tahun yang sama yaitu pada tanggal 3 Nopember 2014 dan melalui Surat Edaran Direktorat Jenderal Pemberdayaan Masyarakat Desa Kementerian Dalam Negeri Republik Inonesia Nomor : 402/2128/PNPM-MP/11/2014 tanggal 3 Nopember 2014 perihal Penegasan Tugas dan kewajiban Fasilitator, dan tidak dimasukannya pembiayaan PNPM-MP dalam APBN 2015, secara programatik PNPM–MP telah berakhir. Berakhirnya PNPM-MP secara programatik bertepatan pula dengan berakhirnya masa kekuasaan pemerintah pengagas PNPM – MP.
Kelahiran kembali atau reinkarnasi/punarbawa PNPM-MP berikutnya melalui proses evolusi ke dalam Undang-Undang Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa. Proses dan perencanaan yang diatur dalam UU Desa seluruhnya mengadopsi model perencanaan partisipatif yang dikembangkan oleh PNPM Mandiri Perdesaan. Evolusi PNPM – MP dimaksud berubahnya pemberdayaan masyarakat dalam penanggulangan kemisikinan dari sebatas PROGRAM menuju pada kejelasan status hukum dalam PERUNDANG-UNDANGAN.
Terdapat 3 (tiga) hal yang pokok dalam evolusi PNPM – MP ke dalam UU tentang DESA yaitu Dasar Hukum, Pembiayaan dan Sumber Daya Manusia Pendamping/fasilitator dan Satuan Kerja  Pembangunan Desa. Ketiga hal pokok itulah yang harus tetap ada dan terus dikembangkan dalam rangka Penataan Kelembagaan Badan Kerjasama Antar Desa sebagai wadah lembaga Kerjasama Antar Desa dalam kesatuan Wilayah Kecamatan Kedungbanteng.
Berlakunya Undang-Undang Nomor 6 tahun 2014 yang merupakan hasil evolusi Program nasional Pemberdayaan Masyarakat – Mandiri Perdesaan (PNPM-MP), harus dipandang sebagai peluang atau kesempatan bagi Pemerintahan Desa menjadi salah satu sumber pembiayaan Pembangunan Desa dan sebagai salah satu Pilar Pembangunan Desa.
Mewujudkan Desa Mandiri yang diamanatkan dalam Undang-Undang Tentang Desa, harus ditempuh dengan upaya yang terus menerus untuk meningkatkan Pendapatan Asli Desa sebagai Hak Otonomi Desa dalam pengelolaan sumber pembiayaan untuk Pembangunan Desa. Peningkatan Pendapatan Asli Desa salah satunya dapat dilakukan dengan Penguatan kelembagan Badan Kerjasam Desa (BKD) atau Badan Usaha Milik Desa (BUM Desa) sebagai badan yang melaksanakan hasil evolusi PNPM – MP dalam wadah Badan Kerjasama Antar Desa di tingkat Kecamatan Kedungbanteng.



[1] Arif Indra Setyadi, “Reinkarnasi Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan (PNPM-MP) dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa Sebagai Salah Satu Pilar Pembangunan Desa”, disampaikan dalam Workshop/Lokakarya Penataan Kelembagaan BKAD Kecamatan Kedungbanteng, Kabupaten Banyumas, di Rumah Makan Red Chili Purwokerto, tanggal 9 April 2015;
[3] Diunduh dari http://artikata.com/arti-347333-reinkarnasi.html;
[4] Sumber : Lampiran I Surat Direktur Jenderal PMD Kemendagri, Nomor 900/2130/PMD, tanggal :13 Maret 2013, tentang Petunjuk Teknis Pencairan dan Penggunaan Dana Urusan Bersama Kegiatan PNPM Mandiri Perdesaan Tahun Anggaran 2013;
[5] Lo., cit.;
[6] Sumber : Lampiran I Surat Direktur Jenderal PMD Kemendagri, Nomor 900/2130/PMD, tanggal :13 Maret 2013, tentang Petunjuk Teknis Pencairan dan Penggunaan Dana Urusan Bersama Kegiatan PNPM Mandiri Perdesaan Tahun Anggaran 2013;

1 komentar:

 

Blogger news